• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    news google

    Iklan

    Bukan Sekadar Puasa, Ini Cara Orang Indonesia Merayakan Asyura dengan Cinta

    , 15.27 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia
    Memperingati hari Asyura dengan segala tradisi dan keberagaman
    Memperingati hari Asyura dengan segala tradisi dan keberagaman.


    Wonosobo Media - Bulan Muharram belum genap lewat seminggu, tapi umat Islam sudah punya alarm rohani: 10 Muharram, alias Hari Asyura. 


    Kalau kamu kira ini cuma soal puasa sunnah doang, well... kamu melewatkan separuh keindahan tradisi kita.


    Hari Asyura itu kayak nasi rames: sepintas sederhana, tapi isinya banyak, bergizi, dan menyatukan semua rasa. 


    Dari dapur yang mengepul, tangan yang sibuk menyantuni, sampai hati yang ikut merenung. Inilah momen spiritual yang bukan cuma menyucikan, tapi juga menghangatkan baik jiwa maupun lambung.


    Apa Itu Asyura? Bukan Sekadar Puasa Sunnah

    Kata “Asyura” berasal dari bahasa Arab asyara yang artinya sepuluh, menunjuk pada hari ke-10 bulan Muharram.


    Secara spiritual, ini bukan tanggal biasa. Ini hari ketika Nabi Musa selamat dari Firaun, dan hari ketika Imam Husain cucu Nabi yang gugur di Karbala. 


    Sedih dan syukur, berkabung dan perayaan, semua campur aduk di satu tanggal ini.


    Rasulullah SAW sendiri menganjurkan puasa pada hari ini. Bahkan, dalam salah satu hadis disebutkan bahwa puasa Asyura bisa menghapus dosa-dosa kecil selama satu tahun sebelumnya. 


    Jadi, kalau mau diskon dosa, ya ini momen terbaiknya. Bisa ditambah dengan puasa Tasu’a (9 Muharram) biar lengkap satu paket.


    Tradisi Asyura di Indonesia: Saat Dapur, Doa, dan Derma Menyatu


    Indonesia, seperti biasa, tak pernah kehabisan cara untuk mengekspresikan sesuatu. Asyura di sini jadi ajang spiritual sekaligus sosial. Serius tapi hangat. Religius tapi guyub.


    1. Bubur Asyura: Kuliner Kolektif, Makna Kolektif


    Di Jawa, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan beberapa daerah lain, 10 Muharram artinya satu: bikin bubur rame-rame! Namanya Bubur Asyura. Bahan-bahannya bisa 17 macam atau lebih. Ada kacang, sayur, rempah, dan lauk khas masing-masing daerah.


    Maknanya? Bubur ini melambangkan keberagaman yang tetap bisa menyatu. Cocok banget buat kita yang hidup di negara dengan seribu pulau dan sejuta selera.


    2. Santunan Anak Yatim: Asyura = Lebarannya Anak Yatim


    Salah satu hadis menyebut bahwa mengusap kepala anak yatim di Hari Asyura bisa membawa keberkahan. 


    Nggak heran kalau di banyak masjid dan kampung, anak-anak yatim dapat santunan, bingkisan, bahkan pelukan yang mungkin selama ini jarang mereka dapatkan.


    Makanya Asyura kadang disebut juga Lebaran Anak Yatim. Ada nuansa syukur dan empati yang susah didefinisikan tapi terasa hangat di dada.


    3. Suronan: Tahlilan dan Syair di Tengah Malam Jawa


    Terdapat di tanah Jawa, peringatan 10 Muharram dikenal sebagai Suronan. Isinya? Tahlil, doa bersama, kadang disusul dengan kirab budaya, atau sekadar pengajian ringan sambil makan bubur bareng.


    Ini tradisi lokal yang berhasil memadukan Islam dan kearifan budaya tanpa kehilangan esensinya. Kalau kamu pernah ikut Suronan, kamu tahu rasanya: sakral tapi akrab.


    Tabut & Tabuik: Asyura ala Sumatera yang Dramatis


    Bergeser ke Bengkulu dan Pariaman, kamu akan melihat Tabut dan Tabuik, upacara besar untuk mengenang gugurnya Imam Husain. 


    Orang-orang membuat keranda raksasa, diarak keliling, lalu dilarung ke laut.


    Meski akar tradisinya dari Syiah, di Indonesia ritual ini jadi warisan budaya yang diterima lintas mazhab. Visualnya megah, maknanya dalam, dan tentu saja—Instagramable.


    Makna Mendalam Asyura: Lebih dari Sekadar Ritual


    Hari Asyura bukan cuma agenda di kalender hijriah. Ia adalah momen reflektif. Sebuah waktu untuk:


    Berpuasa demi membersihkan diri.


    Berbagi dengan mereka yang kekurangan.


    Mengingat perjuangan Nabi Musa dan Imam Husain.


    Menghidupkan solidaritas sosial.


    Kalau mau diringkas, Asyura itu seperti meditasi sosial dalam versi Islam: fokus ke dalam, tapi tetap sadar ke luar.

     

    Asyura bukan cuma perihal menahan lapar. Ini tentang mengisi perut orang lain yang lapar. 


    Tentang doa yang naik dan sendok yang terisi. Tentang mengenang masa lalu yang pahit untuk membuat hari ini lebih manis.


    Jadi, jangan sekadar lewatkan 10 Muharram seperti hari biasa. Ikutlah puasa, buatlah bubur, ulurkan tangan ke anak yatim, atau cukup duduk di pengajian sambil menyesap makna. 


    Sebab berada fi dalam tradisi Asyura, semua bentuk kebaikan menjadi sebuah nilai ibadah.***


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    iklan mgid

    Yang Menarik

    +