• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    Iklan

    Kopi Klotok Jogja: Ketika Secangkir Kopi Menyimpan Cerita Kampung dan Kenangan

    , 23.29 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia

     

    Kopi Klotok Jogja: Ketika Secangkir Kopi Menyimpan Cerita Kampung dan Kenangan

    Kopi Klotok Jogja: Ketika Secangkir Kopi Menyimpan Cerita Kampung dan Kenangan


    Wonosobo Media - Di tengah gempuran kafe modern dengan mesin espresso berkilat, ada satu warung di Yogyakarta yang tetap berdiri dengan tenang—mengandalkan tungku arang dan panci alumunium. Namanya Kopi Klotok.

    Sederhana, tapi justru di sanalah letak pesonanya.


    Dari Bunyi “Klotok-Klotok” Jadi Nama


    Nama Kopi Klotok bukan muncul asal-asalan. Ia lahir dari bunyi “klotok-klotok” ketika air mendidih di dalam panci yang sedang dipanaskan di atas tungku arang. Dari suara itulah aroma kopi mulai menyeruak, menandakan racikan siap diseduh.


    Prosesnya pun tradisional. Kopi bubuk dimasukkan ke dalam panci, dipanaskan sebentar hingga aromanya keluar, lalu direbus bersama air hingga berbuih dan menebarkan wangi khas yang membangunkan memori masa lalu.

    Tidak ada mesin, tidak ada teknik fancy. Hanya kopi, api, dan kesabaran.


    Suasana yang Mengajak Pulang


    Berlokasi di kawasan Pakem, Sleman, Warung Kopi Klotok berdiri di antara hamparan sawah dengan latar Gunung Merapi yang gagah.

    Begitu sampai, kamu akan disambut suasana ndeso yang menenangkan, dinding kayu, meja panjang, serta aroma masakan rumahan yang menembus hidung.


    Pemiliknya, Bu Yani, punya filosofi sederhana: “Yang penting pengunjung merasa seperti di rumah.”

    Karena itu, di sini kamu tak hanya disuguhi kopi, tapi juga suasana kampung yang hangat, di mana orang datang bukan sekadar minum, tapi ngobrol, ketawa, dan ingat rumah.


    Menu Sederhana, Rasa yang Nempel di Ingatan


    Selain kopi, menu di sini seperti lembar kenangan masa kecil yang hidup kembali.

    Ada nasi lodeh kluwih, tempe lombok ijo, sayur asem, ayam goreng kampung, hingga jadah goreng yang cocok untuk camilan sore.

    Semuanya disajikan hangat dengan gaya prasmanan, sehingga kita bisa ambil sendiri sesuai selera.


    Tentu saja, jangan lewatkan kopi klotok itu sendiri. Rasanya kuat, kental, tapi tidak pahit berlebihan. Diseruput pelan sambil menatap sawah, rasanya seperti diajak melambat oleh waktu.


    Lebih dari Sekadar Tempat Ngopi


    Warung Kopi Klotok bukan sekadar tempat meneguk kafein. Ia juga bagian dari pengalaman wisata Jogja yang otentik.

    Letaknya tak jauh dari destinasi seperti Kaliurang, Museum Ullen Sentalu, atau bahkan Candi Prambanan.

    Banyak wisatawan menjadikannya tempat singgah setelah menjelajahi lereng Merapi — semacam penutup hari yang sempurna dengan secangkir kopi dan pemandangan hijau.


    Kalau Mau Coba di Rumah


    Kamu juga bisa mencoba membuat kopi klotok versi rumahan. Caranya gampang:


    Siapkan bubuk kopi hitam tanpa gula.


    Panaskan panci di atas kompor atau tungku.


    Masukkan bubuk kopi, sangrai sebentar hingga wangi.


    Tuang air panas, rebus hingga berbuih dan terdengar bunyi “klotok-klotok”.


    Sajikan hangat, tanpa penyaring, biarkan ampasnya jadi bagian dari pengalaman.


    Yang penting bukan seberapa sempurna rasanya, tapi bagaimana prosesnya membuatmu melambat dan menikmati setiap hirupan.


    Menyeruput Filosofi


    Mungkin inilah alasan mengapa warung ini tak pernah sepi.

    Kopi klotok bukan cuma soal minuman, tapi juga soal mood, sehingga mengingatkan kita bahwa dalam hidup yang serba cepat ini, masih ada ruang untuk menikmati yang pelan-pelan yang diseduh dengan tangan, bukan mesin.


    Karena sesungguhnya, kehangatan itu tak pernah datang dari kecepatan. Ia datang dari kesederhanaan, dari rasa yang dibuat dengan hati.


    Kopi Klotok Jogja bukan hanya soal kopi, tapi juga tentang cara orang Jawa menyapa hidup: dengan tenang, sederhana, dan apa adanya.***

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    iklan mgid

    Yang Menarik

    +