• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    Iklan

    Sejarah Kabupaten Wonosobo

    , 17.07 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia

    Kalo kita ngomongin wonosobo gak bisa lepas dari cerita sejarahnya yang unik dan bagus untuk pengetahuan tambahan.seperti yang kita ketahui bahwa keberadaan Kabupaten Wonosobo sangat erat kaitannya dengan perkembangan kekuasaan Mataram Islam pada abad ke XVII atau sekitar tahun 1600 -an. Pada masa itu, wilayah Wonosobo masih berupa hamparan hutan belantara. Suatu ketika, yakni pada awal abad ke 17, tiga orang pengembara datang ke wilayah hutan (Wonosobo) ini. Ketiga orang pengembara tersebut masing-masing bernama Kyai Walik, Kyai Kolodete, dan Kyai Karim. Ketiga tokoh inilah yang mengawali pembukaan hutan dan mengubahnya menjadi pemukiman yang kelak menjadi wilayah Wonosobo. Meski demikian, ketiga tokoh ini memilih bermukim dan membuka perkampungan di wilayah yang berbeda. Kyai Kolodete memilih membuka permukiman di Dataran Tinggi Dieng, sedangkan Kyai Karim membuka permukiman di sekitar Kalibeber, sementara Kyai Walik memilih bermukim di wilayah yang kini menjadi Kota Wonosobo. Dari keturunan ketiga tokoh ini pulalah yang kelak di kemudian hari menjadi para penguasa di sekitar Wonosobo.

    Sepeninggal ketiga tokoh di atas, beberapa tokoh yang dikenal pernah menjadi penguasa di daerah Wonosobo di antaranya adalah Tumenggung Kartowaseso, dengan pusat kekuasaannya berada di Selomanik. Ada pula tokoh bernama Tumenggung Wiroduta, penguasa Wonosobo yang pusat kekuasaannya berada di Pecekelan, Kalilusi, yang kemudian dipindahkan ke Ledok, Wonosobo (sekarang Plobangan). Ada juga tokoh bernama Ki Singowedono, salah seorang cucu dari Kyai Karim yang juga disebut sebagai salah seorang penguasa di wilayah Wonosobo. Pada masa kekuasaan Mataram, Ki Singowedono mendapat hadiah dari keraton Mataram berupa satu kawasan di wilayah Selomerto. Ki Singowedono juga diangkat menjadi penguasa daerah ini dengan bergelar nama Tumenggung Jogonegoro. Setelah meninggal dunia, Tumenggung Jogonegoro dimakamkan di desa Pakuncen, Selomerto.

    Banyak pihak yang juga meyakini bahwa dari wilayah Selomerto inilah cikal bakal sejarah asal kata Wonosobo berasal. Hal ini didasari dari dugaan bahwa sebutan nama Wonosobo berasal dari sebuah nama dusun di Desa Plobangan, Selomerto. Dusun bernama Wanasaba tersebut didirikan oleh tokoh yang bernama Kyai Wanasaba. Dusun kecil tersebut hingga kini masih ada, dan banyak dikunjungi oleh para peziarah yang hendak berdoa di makam Kyai Wanasaba, Kyai Goplem, Kyai Putih, dan Kyai Wan Haji.


    Pada masa antara tahun 1825 - 1830, wilayah Wonosobo pernah menjadi salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Diponegoro saat berperang melawan Belanda. Kondisi alam  yang menguntungkan serta dukungan masyarakat yang sangat besar terhadap perjuangan tersebut menjadikan beberapa wilayah di Wonosobo sebagai salah satu medan pertempuran yang penting dan bersejarah. Beberapa medan pertempuran yang menandai perjuang pasukan pendukung Pangeran Diponegoro tersebar di Gowong, Ledok, Sapuran, Plunjaran, Kertek dan sebagainya.

    Pada masa inilah dikenal tokoh-tokoh dari wilayah Wonosobo yang turut serta dalam mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro melawan kekuasaan kolonial Belanda. Tokoh-tokoh tersebut antara lain yaitu Imam Misbach atau yang kemudian dikenal dengan nama Tumenggung Kartosinuwun, Mas Lurah atau Tumenggung Mangkunegaran, Gajah Permodo dan Ki Muhammad Ngarpah. Dari nama-nama tersebut, Ki Muhammad Ngarpah adalah tokoh penting yang memiliki andil besar dalam sejarah berdirinya kabupaten Wonosobo.

    Dalam mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, peran Ki Muhammad Ngarpah tidak terbatas di daerah Wonosobo saja, melainkan juga di daerah Purworejo, Magelang, Klaten dan sebagainya. Ki Muhammad Ngarpah pernah bersama-sama dengan Mulyosentiko memimpin pasukan pendukung Pangeran Diponegoro saat menghadang pasukan Belanda di Legorok, dekat Pisangan Yogyakarta. Dalam pertempuran di Legorok tersebut Ki Muhammad Ngarpah bersama-sama Ki Mulyosentiko beserta pasukannya berhasil menewaskan ratusan tentara Belanda, termasuk empat orang tentara Eropa. Mereka juga berhasil mengambil emas lantakan senilai 28,00 gulden pada saat itu. Saat itu Belanda mengalami kekalahan besar, sehingga hanya beberapa orang saja yang dapat melarikan diri.

    Dalam pertempuran di Ledok dan sekitarnya, Ki Muhammad Ngarpah mengerahkan 100 orang prajurit yang dipimpin oleh Mas Tumenggung Joponawang untuk menghadapi serbuan Belanda. Ki Muhammad Ngarpah juga pernah mendapat tugas dari Pangeran Diponegoro untuk mengepung benteng Belanda di Bagelen. Dalam pertempuran di daerah Kedu, pemimpin pasukan Belanda bernama Letnan De Bruijn terbunuh. Selain itu Ki Muhammad Ngarpah dan Mulyosentiko juga terlibat dalam pertempuran di daerah Delanggu. Mereka memimpin pasukan ke daerah Lanjur untuk menghadang pasukan Belanda yang datang dari Klaten.

    Menurut catatan sejarah, kemenangan Ki Muhammad Ngarpah serta para pendukungnya saat menghadang pasukan Belanda di Legorok adalah kemenangan pertama pasukan pendukung pangeran Diponegoro. Maka berdasarkan keberhasilan tersebut, Pangeran Diponegoro memberi gelar nama Setjonegoro kepada Muhammad Ngarpah dan nama Kertonegoro kepada Mulyosentiko. Selanjutnya Setjonegoro diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelar Tumenggung Setjonegoro. Eksistensi kekuasaan Setjonegoro di daerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai sumber termasuk laporan Belanda yang dibuat setelah perang Diponegoro usai. Dalam catatan sejarah juga dikatakan bahwa Tumenggung Setjonegoro (Bupati pertama Wonosobo) yang pada awal kekuasaannya berada di Ledok, Selomerto, kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan Kota Wonosobo seperti halnya sekarang.

    Adapun mengenai ketentuan berdirinya atau hari jadi Kabupaten Wonosobo, berdasarkan hasil Seminar Hari Jadi Wonosobo pada tanggal 2 April 1994 yang dihadiri oleh Tim Peneliti Hari jadi Wonosobo dari Fakultas Sastra UGM, Muspida, sesepuh dan pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, pimpinan DPRD dan pimpinan komisi serta instansi di Wonosobo, disepakati bahwa momentum Hari Jadi Wonosobo jatuh pada tanggal 24 Juli 1825. Ketentuan mengenai hari jadi Kabupaten Wonosobo ini juga telah ditetapkan menjadi Perda dalam Sidang Pleno DPRD Kabupaten Wonosobo tanggal 11 Juli 1994.

    Dari berbagai sumber.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Yang Menarik

    +