• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    Iklan

    Makam Stanagede, menyelamatkan makam adalah menyelamatkan sejarah

    , 16.25 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia



    Terlepas dari bahasan gawe lakon dan gebyah uyah lainnya, tulisan ini adalah sedikit catatan dan keresahan saya. Sebenarnya tulisan ini telah saya ketik dari beberapa hari-hari kemarin setelah peristiwa kali itu. Tapi sembari saya ngedemke ati atas kekecewaan, gelo yang tak dapat diungkapkan hanya bisa kulak informasi sepengetahuan saya, biar tidak grusa-grusu dalam mengambil tindakan.

    Bisa saja tulisan ini dikejar selesai mumpung momentum masih anget-angetnya. Jika saya berjiwa konten kreator yang mengambil celah untuk mempublish kala itu dengan pertimbangan bisa dimanfaatkan sebagai bola panas sampai abu hangat untuk menghangatkan peristiwa itu dengan dalih mendulang pundi-pundi visitor yang melonjak. Tapi entah apa yang dipikirkan saya tak mengambil celah itu? Amatir sekali saya yang mengaku konten kreator.

    Kembali ke cerita awal tadi setelah beberapa hari tak sowan ke Stanagede, Mojotengah, Wonosobo pada hari Kamis (4/3/2021) sore saya diperjalankan sowan kembali ke makam Stanagede. Setelah sampai langsung di beri info bahwa nisan atau patok yang berada di makam Stanagede tepatnya di sarean mbah Maospati dan sekitarnya di usung ke Dinas Pariwisata Wonosobo.

    Mendengar kabar semacam ini saya langsung bergegas mengecek ke makam tersebut, memang benar adannya info tersebut saya berjalan menyusuri beberapa makam makam yang sepuh ini, nampak pula ada peziarah juga yang sedang melihat sekitaran yang aneh dan janggal adanya ‘kehilangan’ nisan ini di beberapa titik makam sepuh. Menyayangkan adanya peristiwa ini yang informasinya kurang banyak diketahui.

    Kebanyakan peziarah dan warga setempat merasa kecewa, gelo dan sayang akan hal tersebut, tak sedikit yang mengutarakan “wah kualat iki” tentu spontan seperti itu, ikatan batin yang kuat dengan sesepuh di Stanagede tentu lah timbul semacam itu. Ini lah hal yang belum dipertimbangkan gejolak sosial kedepannya, ikatan batin dengan khidmah dan takdhim antara peziarah dengan yang sumare di Stanagede.

    Sebagaimana pathok, nisan dengan segala bentuk macam yang dianggap menyerupai komponen candi sepertinya perlu digali dan dikaji kembali informasinya. Sebab yang menjadi nisan tersebut boleh jadi memang nisan yang sedari dulu menjadi tanda dari makam tersebut, yang ndilalahnya komponen tersebut mirip dengan bentuk bagian candi. Sandi, candi, nisan pernah saya tulis sebelumnya, lain waktu kita share dan dielaborasi bersama.

    Misal, kemuncak. Kemucak yang menjadi tanda makam ini ya adalah wujud bahwa ingkang sumare atau sahibul makom telah sampai pada puncaknya, “liqo’u rabbi” menghadap Gusti Alloh Swt dengan tenang. Terkait kemuncak yang mirip bagian candi ini ya memang pada jamannya sedang musim bentuk semacam itu. Kemudian bentuk nisan lainnya yang dianggap mirip lingga juga sama halnya yang menandakan akan ketuhanan.

    Foto: Huda AL


     Keterikatan antara nisan dan sahibul makom telah nyawiji sebuah kesatuan yang menyatu sebagaimana nisan adalah bagian terpenting dalam konstruksi dan arsitektur makam. Namun, kita yang mendewakan kemajuan pengetahuan yang katon-katon (materi) jadinya terperosok pada benda, semoga saja kita ziarah ke candi atau kuburan tak hanya ketemu pathok. Batu, elemen benda lainnya. Tetapi juga meneruskan kebaikan-kebaikan, pesan dan peran para Ulama ingkang sampun sumare. Bukan langsung ke kuburan melihat batu nisan langsung diasumsikan, “wah ini bagian batuan bangunan candi” dan sebagianya.

    Berbicara pathok saya jadi teringat dengan Perang Jawa yang salah satu hal terjadi  perang adalah Pangeran Dipanegara kaget bukan kepalang mendengar kabar kebun-kebun miliknya bakal digusur. Patok-patok telah menancap di sepanjang kebun yang telah ia rawat selama bertahun-tahun sejak muda, dimana tanah-tanah tersebut begitu berharga bukan hanya karena menjadi sumber pemasukan, tapi juga, di beberapa bagian, menjadi tempat pemakaman leluhurnya.

    Kemudian dengan peristiwa komite hijaz yang pada dasar dari pendirian komite hijaz adalah menyelamatkan makam Rosul dan para sahabat. Dengan dasar dari penyelamatan dan perawatan makam adalah sejarah. Menyelamatkan sejarah adalah dasar dari penyelamatan ajaran yang menjadi dasar ibadah, yaitu dengan ziarah wujud ikhitar kita, mengingat para leluhur.

    Dengan semangat mengambil pesan dari komite hijaz, terkait nisan di sarean Stanagede, berharap dapat kembali ke asal seperti semula, dengan segala pertimbangan dan rembugan musyawarah yang tepat untuk kemaslahatan bersama. Wallahu a’lam bishowab. Linnabi lan Ingkang sumare wonten sarean Stanagede lahumul fatihah..


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Yang Menarik

    +