![]() |
Mbah Muntaha Al-Hafidz bersama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar MA. |
Wonosobo Media - Sepak terjang perjuangan Mbah Mun terhadap Nahdlatul 'Ulama (NU) ini dapat dipahami melalui latar belakangnya.
Sebagai orang pesantren yang senantiasa memelihara ajaran pendahulunya perjuangannya dalam berbangsa dan bernegara melalui wadah NU.
Pada tingkat daerah di Wonosobo bersama kiai sepuh lainnya di Wonosobo bersepakat untuk mengembalikan estafet kepengurusan NU kepada generasi yang lebih muda.
Hal ini ditunjukkan sewaktu ia bersama Kiai Idris Kauman Wonosobo, KH. Dimyati Kalilawang, KH. Ibrahim Jawar, KH. M. Syukur dan Kiai Ikhwan ditunjuk sebagai Ahlul halli wal aqdi pada konferensi Cabang Nahdlatul 'Ulama di Bumen Mojotengah.
Pada konfercab tersebut menunjuk KH. M. Munir Abdullah sebagai Rois Syuriah, menggantikan dirinya.
Pada perjalanan selanjutnya ia lebih senang berada di Dewan Penasehat (Mustasyar) baik pada tingkat Cabang maupun Wilayah untuk seolah menjaga agar Nahdlatul 'Ulama tidak keluar dari jalur awal khittoh formatifnya.
Selain kiprah di NU juga menjadi Kepala Departemen Agama dan anggota konstituante Republik Indonesia.
Pengabdian KH. Muntaha Al-Hafidz pada negara, juga diisi dengan pengabdian kepada pemerintah dengan menjadi aparat Departemen Agama dan pernah menjabat kepala Departemen Agama Kabupaten Wonosobo pada tahun 1956.
KH. Muntaha Al-Hafidz semakin naik dan banyak dikenal, tidak hanya dari kalangan politisi saja, tetapi juga dari para pejabat, baik dari tingkat pusat ataupun daerah.
Sehingga ia pernah diangkat sebagai anggota konstituante RI di Bandung, mewakili Nahdlatul Ulama (NU) wilayah Jawa Tengah.
Mbah Muntaha Alhafidz dalam mengikuti kegiatan-kegiatan konstituante sampai dibubarkannya lembaga ini.
Lali pada tanggal 5 Juli 1959 kemudian di lembaga kemasyarakatan atau ormas Islam, KH. Muntaha Al-Hafidz menjadi anggota Syuriyah NU, kemudian menjadi anggota Mustasyar NU kabupaten Wonosobo.