![]() |
Ilustrasi: Suasana di Candi Borobudur Magelang dalam perayaan Waisak 2569 BE.(Dppwalubi_pusat) |
Wonosobo Media - Hari ini, ribuan umat Buddha dari berbagai penjuru Tanah Air tumpah ruah di Magelang, Jawa Tengah, untuk mengikuti kirab Waisak 2569 BE.
Mereka berbaris rapi dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur, dua candi yang jadi saksi bisu sejarah panjang peradaban Buddha di Indonesia.
Kirab ini bukan sekadar jalan kaki biasa. Ini menjadi perjalanan spiritual yang punya makna mendalam.
Memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya.
Terdapat pada ajaran agama Buddha, momen ini disebut Trisuci Waisak.
Jadi, kalau melihat ribuan orang berpakaian serba putih dengan wajah khidmat melintasi jalanan di Magelang hari ini, jangan kaget.
Mereka sedang menyusuri jejak-jejak sejarah dan spiritual yang sudah ribuan tahun usianya.
Pagi ini, suasana di kompleks Candi Mendut sudah ramai sejak subuh. Para biksu sangha, dengan jubah warna khas mereka, berdiri tegak di barisan depan.
Mereka akan memimpin ribuan umat Buddha yang mengikuti kirab. Ada juga yang membawa bunga sedap malam, simbol kesucian dan harapan, sementara yang lain membawa dupa dan berbagai atribut keagamaan.
"Semuanya banyak sekali yang datang, ribuan," ujar Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama (Kemenag), Supriyadi, di sela-sela kirab di kompleks Candi Mendut, Senin, 12 Mei 2025.
Menurutnya, umat Buddha yang hadir berasal dari berbagai organisasi dan majelis agama di bawah naungan Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia) maupun di luar Walubi.
Setelah ritual di Candi Mendut, prosesi dilanjutkan dengan membawa api dharma dan air berkah.
Kedua elemen ini melambangkan pencerahan dan kehidupan, dua hal yang jadi inti ajaran Buddha.
Para biksu memimpin barisan, diikuti ribuan umat yang berjalan dengan tenang menuju Candi Borobudur.
Sepanjang perjalanan, suasana terasa sakral. Warga yang menonton di pinggir jalan menerima percikan air suci dari para biksu.
Sementara nyala dupa dan taburan bunga sedap malam memenuhi udara dengan aroma yang khas.
Rute sepanjang 3 kilometer ini menjadi semacam pengingat bahwa jalan menuju pencerahan memang panjang dan penuh pengorbanan.
Sesampainya di Candi Borobudur, prosesi dilanjutkan dengan doa dan pembacaan mantra.
Suasana makin khidmat, seakan ribuan jiwa yang berkumpul di sana menyatu dalam satu frekuensi spiritual.
Ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan simbol kesatuan, harapan, dan refleksi tentang kehidupan itu sendiri.
Dan begitulah, meski mungkin kaki pegal dan baju basah oleh keringat, tapi hati mereka pulang dengan rasa damai.
Beginilah salah satu pesan yang dapat diambil dari Waisak: sebuah perjalanan mencari makna hidup yang tak pernah usai.
Selamat Hari Raya Waisak 2569 BE! Semoga damai selalu menyertai kita semua.