• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    news google

    Iklan

    Haul Mbah Mangku Yudha dan Nata Yudha di Karangtengah: Ziarah, Tawasul, dan Gojekan Penuh Makna di Tengah Kabut Dieng

    , 09.51 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia

     

    Haul Mbah Mangku Yudha Karangtengah Batur Banjarnegara
    Para pengunjung haul Mbah Mangku Yudha dan Nata Yudha menyimak dengan santai dan khidmat.

    Wonosobo Media - Berada di tengah sejuknya udara dataran tinggi Dieng, Kamis siang (26/6/2025), masyarakat Karangtengah, Kecamatan Batur, Banjarnegara, kembali melangsungkan tradisi tahunan yang tak hanya kental aroma doa.


    Tetapi juga menyimpan bau-bau sejarah dengan Haul Mbah Mangku Yudha dan Nata (Nanta) Yudha.


    Ini bukan sekadar acara kumpul warga yang baca tahlil terus pulang bawa berkat. Namun soal napak tilas spiritual dan kultural di negeri di atas awan.


    Tempat para leluhur diyakini membuka peradaban, menanam nilai, dan menyiram batin dengan iman.


    Menurut Irhamto, salah satu tokoh masyarakat Karangtengah, haul ini rutin digelar tiap bulan Muharram, alias bulan Suro versi kalender Jawa.


    Ya, momen sakral ini bukan hanya haul, tapi juga cara masyarakat nderek nyengkuyung sejarah. Sambil memperingati Tahun Baru Islam, tentu saja.


    “Ketika berada di Dieng tidak sekadar berwisata alam, tapi juga bisa ziarah. Salah satunya ke makam Mbah Mangku Yudha dan Nata Yudha,” ujar Irhamto, sambil berdoa semoga haul kali ini membawa pitedah, alias petunjuk hidup. Amin.


    Haul berlangsung di lokasi yang syahdu, tampak cungkup tua di atas tanah berbukit, dikelilingi pepohonan tua yang tinggi, bahkan terdapat pohon Baros yang juga bagian dari pohon tua di sekitar Dieng.


    Makam ini bukan makam biasa. Di sinilah, menurut warga, bersemayam dua tokoh penting yang diyakini sebagai pembuka wilayah Karangtengah dan penjaga tapal batas batin Dieng.


    Sebagaimana kisah di salah satu haul Mbah Mangku Yudha dan Nata Yudha pada tahun sebelumnya ini, salah seorang yang disepuhkan bercerita terkait jejak tampilan makam sepuh tersebut.

    Makam Mbah Mangku Yudha dan Nanta Yudha di Karangtengah Batur Banjarnegara
    Cungkup makam tua di Karangtengah Batur Banjarnegara 

    Dari yang tampilan awal pernah seperti rumah hingga diubah seperti sekarang ini menyimpan dan memberikan pesan yang mendalam.


    Salah satu pesan yang disampaikan juga para masyarakat Karangtengah dan sekitarnya untuk tidak berpecah belah, berkotak-kotak untuk senantiasa guyub rukun.


    Sehingga jika ditarik garis ke masa lalu, menjadi sebuah pesan dan spirit dari Mbah Mangku Yudha sendiri, dimana beliau memangku atau mengayomi pada zaman dahulu.


    Terutama momen kali itu Yudha yang bisa dimaknai sebagai perang, sehingga Mbah Mangku Yudha sendiri dapat memberikan titik temu yang tepat ketika terjadi konflik.


    Sama halnya Mbah Nata Yudha yang juga menata atau mengelola, mengatur strategi perang atau sebuah konflik yang intinya untuk mengambil titik temu yang tepat.


    Seperti ungkapan masyhur, bahwa momentum ziarah, haul itu sendiri menjadi pijakan hingga titik kumpul, sebab sesungguhnya haul merupakan titik kumpul bagi siapa saja.


    Titik kumpul untuk membincang kebaikan, dan melanjutkan kebaikan kebaikan yang telah diajarkan dengan penuh hikmah.


    Pesan hikmah ini juga perlu dijadikan spirit dan pesan dari para guru pendahulu, agar kebaikan terus mengalir sampai batas terjauhnya.


    Maka jangan heran kalau tiap haul, jemaahnya datang dari mana-mana: sekitar Karangtengah, Batang, Pekalongan, bahkan Wonosobo.


    Kali ini, acara makin spesial sebab dihadiri Yaser Arafat, bukan politisi Timur Tengah ya, tapi seorang praktisi nisan kuno dan dosen dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

    Makam Mbah Mangku Yudha Batur Banjarnegara
    Yasser Arafat Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta membersamai haul Mbah Mangku Yudha 

    Menggunakan surjan dan iket khas Jawa, wajahnya kalem, tapi kalau sudah pegang mic, bisa bikin jemaah antara ngangguk-ngangguk khusyuk dan cekikikan ringan sebab celetukan khasnya.


    Pada diskusi budaya usai tawasulan dan khatmil Qur’an, M Yaser Arafat menjelaskan pentingnya menjaga situs makam tua.


    Menurutnya, nisan bukan cuma batu. Ia adalah teks, narasi sejarah yang diam-diam menyimpan jejak peradaban Islam di gunung-gunung. Termasuk Dieng.


    Ia juga menjelaskan terkait dengan asma sebagai nama yang disematkan ketika lahir dan jeneng, ada dua: asma, nama lahir; dan jeneng, nama jumeneng ketika telah menapakai maqom tertentu.


    Menyelingi ramah tamah atau diskusi siang menjelang sore Yaser Arafat menyelingi syair eling-eling khas Mataram dan lantunan shalawat.


    Di tengah-tengah itu, ia sembari melempar pertanyaan dan selingan celetukan guyon khasnya, sehingga membuat suasana jadi hangat tapi tetap khidmat pesan haul tersampaikan.


    Pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara pun hadir, mereka mengapresiasi acara haul sebagai bentuk pelestarian budaya sekaligus peluang kolaborasi antara warga, akademisi, dan pemerintah.


    Sebagaimana kita ketahui, di era TikTok dan algoritma, tradisi seperti ini jadi pengingat penting.


    Momentum suronan, haul hingga ziarah menjadi pengingat bahwa sejarah bukan hanya di buku. Tetapi juga hidup di lereng bukit, dalam cungkup tua, pepohonan keramat hingga lewat doa-doa yang tak pernah benar-benar selesai.


    Salah satunya ya momentum haul Mbah Mangku Yudha dan Nata Yudha dan sesepuh lainnya di wilayah Dieng, seperti tiap tahun, kembali menguatkan itu.***

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    iklan mgid

    Yang Menarik

    +