![]() |
| Menyambut Tahun Baru, Wonosobo Memilih Jalan Sunyi Bernama Doa |
Wonosobo Media - Terdapat di banyak kota, malam tahun baru identik dengan dentuman musik, hiruk pikuk keramaian, dan langit yang dipenuhi cahaya kembang api.
Namun di Wonosobo, pergantian tahun tak selalu harus dirayakan dengan gegap gempita. Ada cara lain yang lebih sakral, lebih dalam, dan mungkin lebih jujur: berkumpul, bersholawat, lalu pulang dengan hati yang lapang.
Itulah yang coba dihadirkan Pemerintah Kabupaten Wonosobo melalui Pentas Religi Malam Tahun Baru. Sebuah ikhtiar untuk memberi alternatif perayaan bukan dengan pesta, melainkan dengan perenungan.
Alun-Alun yang Berubah Wajah
Pada malam terakhir di penghujung tahun, Alun-Alun Wonosobo tak disiapkan sebagai panggung hiburan semata. Alun-Alun Wonosobo ini disulap menjadi ruang kebersamaan spiritual.
Tidak ada teriakan hitung mundur yang memekakkan telinga, tidak pula pesta yang berakhir dengan sampah berserakan, adanya sebuah lantunan sholawat, doa, dan suara hati yang pelan-pelan diajak bicara.
Pentas religi ini terbuka untuk umum. Siapa saja boleh datang warga lokal, perantau yang pulang kampung, hingga wisatawan yang kebetulan singgah. Semua dipersilakan duduk bersama, tanpa sekat.
Gus Ali Gondrong dan Dakwah yang Membumi
Salah satu magnet utama acara ini adalah kehadiran Gus Ali Gondrong, sosok yang dikenal luas karena gaya dakwahnya yang santai, jujur, dan dekat dengan realitas hidup masyarakat kecil. Tidak menggurui, tidak menghakimi. Ia berbicara tentang agama dengan bahasa sederhana.
Bersama Majelis Mafia Sholawat, Gus Ali mengajak jamaah melantunkan sholawat sebagai jalan pulang — pulang ke diri sendiri, sebelum benar-benar melangkah ke tahun yang baru.
Suasana semakin khusyuk ketika Hadroh Semut Ireng mengiringi malam dengan ritme tradisional yang sederhana, namun menenangkan. Bukan musik yang memaksa orang meloncat, melainkan irama yang membuat orang duduk, diam, dan mendengarkan.
Sikap Simbolik Sebuah Daerah
Kehadiran Bupati Wonosobo dan jajaran pemerintah daerah dalam acara ini bukan sekadar formalitas. Ia adalah sikap simbolik: bahwa negara, dalam skala paling dekat dengan rakyatnya, masih mau menyediakan ruang spiritual di tengah budaya pesta yang kerap berlebihan.
Pilihan menggelar pentas religi di malam tahun baru juga sejalan dengan ajakan pemerintah pusat agar perayaan dilakukan secara sederhana dan tidak berlebihan.
Tapi lebih dari itu, langkah ini menunjukkan karakter Wonosobo, sebagai daerah pegunungan yang sejak lama dikenal religius, bersahaja, dan akrab dengan tradisi.
Tahun Baru Tak Selalu Tentang Keramaian
Tidak semua orang ingin menyambut tahun baru dengan kebisingan. Ada yang ingin menutup tahun dengan doa untuk orang tua, dengan sholawat untuk Rasul, atau sekadar duduk diam sambil mengingat kembali apa saja yang telah dilewati selama setahun terakhir.
Pentas religi ini memberi ruang bagi mereka yang ingin menyambut tahun baru dengan kesadaran, bukan sekadar perayaan.
Karena barangkali, yang paling kita butuhkan di awal tahun bukanlah sekadar kembang api yang meledak di langit, melainkan ketenangan yang pelan-pelan menyala di dalam dada.

