• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    Iklan

    Photo Story Produksi Bakpia Sebagai Buah Tangan Akulturasi Budaya China dan Jawa

    Wonosobo Media
    , 08.16 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia

    Bagi masyarakat Indonesia yang pernah berwisata ke kota Yogyakarta sudah tidak asing lagi dengan bakpia tentunya, makanan yang melekat dengan branding kota Yogyakarta dan sudah dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada tahun 2016 dalam kategori kemahiran tradisional ini dianggap sebagai salah satu citra pariwisata Yogyakarta yang banyak dicari wisatawan domestic maupun mancanegara. Selain memiliki cita rasa yang enak dan khas, Bakpia juga menjadi symbol proses akulturasi, toleransi dan pluralisme di Yogyakarta. Dalam sebuah penelitian khususnya bakpia yang dilakukan oleh peneliti Pusat Kajian Makanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Prof Dr Murdijati Gardjito mengatakan, sejarah terciptanya bakpia khas Yogyakarta merupakan bukti bahwa benturan budaya yang paling tidak berbahaya adalah benturan budaya kuliner.

    Diketahui bahwa resep asli Bakpia sebenarnya bukan berasal dari Yogyakarta walaupun sukses besar dipasaran, melainkan dari pendatang asal Tionghoa, Kwik Sun Kwok, tahun 1940-an yang pada mulanya merupakan roti isi daging dan menggunakan minyak babi, setelah mengetahui bahwa mayoritas orang lokal tidak mengkonsumsi babi membuat Kwik bereksplorasi menggunakan bahan baku yang dapat diterima masyarakat, sehingga terciptalah bakpia isi kacang hijau dan berbentuk bulat. 

    Pada waktu yang sama teman Kwik yang merupakan supplier arang, Liem Bok Sing juga membuat bakpia dan pada tahun 1948 Liem pindah dari Kampung Pajeksan, Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen ke Kampung Pathuk di Jalan KS Tubun Nomor 75 yang kemudian berkembang menjadi Bakpia Pathuk 75 dengan resep baru yang menggunakan kulit lebih tipis, ujung datar dan agak gosong yang sebelumnya berkulit tebal dan berbentuk bulat. Pada tahun 1980-an bakpia milik Liem berkembang pesat dan memiliki banyak karyawan. 

    Mulai dari generasi ke dua inilah bakpia yang telah mengalami metamorphosis resep akhirnya menjadi makanan khas Yogyakarta dan kampung Pathuk dinobatkan sebagai kampung bakpia, selain itu pada jaman dahulu produsen bakpia belum mengenal branding market sehingga banyak yang menamai toko mereka dengan angka seperti Bakpia Pathuk 25, 29, 75 yang sekarang sangat ikonik di kota Yogyakarta sebagai oleh-oleh khas, sehingga ada istilah “Belum lengkap ke Yogyakarta jika belum makan bakpia”.

    Sebagai bentuk apresiasi dan pengingat akan symbol akluturasi budaya antara China dan Jawa penulis merancang sebuah photo story berupa proses produksi bakpia di salah satu produsen rumahan yang ada di Yogyakarta bernama Deva & dede’, berikut gambaran akan proses produksi bakpia tersebut :

    Foto pertama untuk karya fotografi jurnalistik photo story yang penulis buat menampilkan 2 orang karyawati yang sedang bekerjasama dalam mengolah komponen bakal jadi bakpia, dimana wanita berkerudung hitam bertugas membuat kulit bakpia sedangkan wanita berkerudung ungu mengisi kulit bakpia dengan isian coklat sehingga menimbulkan kesan kolaborasi dengan baik antar keduanya. 



    Pada foto yang berjudul “Keriput yang Terampil” memperlihatkan tangan seorang wanita paruh baya yang sedang membentuk adonan bakpia menggunakan kedua tangannya dengan sangat hati-hati dan terampil menandakan ketekunannya dan etos kerja yang baik untuk mendapatkan hasil adonan yang maksimal.


    Foto berjudul “Bagi Rata” ini memperlihatkan seorang wanita yang sedang membagi isian bakpia dengan rata sehingga porsi yang didapatkan setiap butir kue nya seimbang sesuai dengan takaran yang sudah ditetapkan pabrik.



    Foto yang berjudul “Prepare” yang dalam bahasa Indonesia berarti persiapan ini memperlihatkan seorang operator mesin pemanggang bersiap untuk memasukkan adonan yang sudah siap dipanggang kedalam mesin pemanggang.


    Foto berjudul “After Hours” memperlihatkan kue yang tersusun rapi setelah selesai dipanggang, menggambarkan keadaan setelah melalui berbagai tahapan hingga tiba saat sebuah adonan menjadi kue yang siap untuk disantap, dalam artiannya sendiri after hours merupakan keadaan dimana setelah berakhirnya waktu tertentu, waktu tertentu disini mengacu pada beberapa proses sebelum akhirnya bakpia siap dihidangkan.


    Foto berjudul “Fokus!” ini memperlihatkan dua orang karyawati yang sedang packing, focus yang dimaksud oleh penulis adalah kedalaman konsentrasi wanita berkerudung hitam akan distraksi dari temannya saat melakukan packing kue kedalam box.


    Pada foto yang berjudul “Bungkus” ini penulis meng-capture kegiatan yang sedang dilakukan oleh seorang karyawati yaitu membungkus bakpia kedalam sebuah box kecil guna disiapkan untuk display didalam took nantinya.



    Pada foto berjudul “Siap Menyapa” memperlihatkan hasil dari para pekerja pabrik bakpia yang tersusun di display toko seakan berbicara kapada customer “Bawa aku”.

    Pewarta Foto: Dwi Jalu Febriyadi


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Yang Menarik

    +