 |
| Mbah Muntaha Al-Hafidz bersama para santri napak tilas. |
Wonosobo Media - "Buldozer ya kudu ditunggangi" begitulah istilah yang diibaratkan oleh Mbah Muntaha Al-Hafidz ketika menggambarkan rezim penguasa pada saat itu.
Tentunya redaksi kalimat lengkapnya tidak begitu sesuai dengan yang diungkapkan oleh beliau.
Tetapi yang dapat dipetik hikmahnya yaitu terkait dengan bisa mengambil peran dalam pemerintahan serta bukan memusuhi suatu pemerintahan, tapi dengan ditunggangi.
Ijtihad politik Mbah Muntaha Al-Hafidz memiliki langkah, taktik dan jurus politik yang tidak sembarangan.
Kebermanfaatan hingga kemaslahatannya lebih banyak dari mudlorotnya, nah kebaikannya itu masih bisa dirasakan hingga sekarang ini.
Cara seperti itu tentunya hanya orang-orang tertentu saja yang mampu memanfaatkan momentum dan demi kemaslahatan umat yang seutuhnya. Salah satu yang mampu ya Mbah Muntaha Al-Hafidz sendiri.
Dikalangan kiai lainnya yang se-zaman dengan beliau tentunya ada, namun dalam konteks tulisan yang dibahas contoh yang nyata itu ya ada pada sosok Mbah Muntaha.
Mbah Mun dapat mengambil titik terang dan mengobati keresahan hati para ummat.
Hingga kemudian mendirikan dua sekolahan yaitu SMP dan SMA Takhassus Al-Qur'an yang berafiliasi kepada penajaman pemahaman Al-Qur'an.
Bahkan pada gilirannya mendirikan Institut Ilmu Al-Qur'an sebagai wadah penggodokan sarjana Al-Qur'an yang mampu dalam pemahaman Ilmu Al-Qur'an dan umum.
Dalam kaitan ini pula Mbah Muntaha tidak kenal lelah meyakinkan berbagai pihak akan pentingnya pembenahan NU, mengingat posisinya yang strategis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Puncaknya Mbah Muntaha Al-Hafidz menghadiri Muktamar NU ke 27 di Situbondo yang diantaranya, memutuskan kembali ke Khittoh 1926.
