![]() |
Ilustrasi, para jamaah yang hadir pada Pengajian Akbar Halal Bi Halal NU Ranting Siwuran dengan dibersamai oleh Gus Reza Lirboyo. |
Wonosobo Media — Desa Siwuran, Kecamatan Garung, mendadak riuh sejuk oleh lautan sarung dan hijab dan berpayung pada Senin pagi, 21 April 2025.
Bukan tanpa sebab, warga dari berbagai penjuru Wonosobo dan sekitarnya merapat ke pengajian akbar dalam rangka halal bihalal yang dihelat oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Siwuran.
Menariknya lagi, yang bikin acara ini makin semarak: kehadiran KH. Reza Ahmad Zahid, alias Gus Reza Lirboyo, sosok kiai dari Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, yang dikenal dengan gaya ceramahnya yang ngemong, penuh canda, tapi dalam.
Acara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, dengan rangkaian sambutan khas pengajian akbar. Menjelang pukul 11.00 WIB, Gus Reza mulai menyapa jemaah.
Tua, muda, bapak, ibu, semua tumpah ruah. Duduk bersila di pelataran, bahkan tampak ada yang duduk di sudut lapangan dengan beralas rumput.
Siwuran pagi itu terasa hangat oleh kehadiran ribuan orang yang haus ilmu—dan mungkin juga haus guyon.
Doa Ibu dan Istri: Salah Satu Kunci Kesuksesan Lelaki
Dalam ceramahnya, Gus Reza membuka dengan gaya yang santai tapi penuh pesan mendalam.
“Suksese wong lanang kuwi kerono wong wedok. Siji ibune, sijine bojo,”
Begitu ujar Gus Reza, disambut senyum sumringah menyimak dengan seksama jamaah, barangkali, merasa masuk dan relevan dengan suasana hati.
Ia mengingatkan bahwa keberhasilan seorang pria sering kali berdiri di atas doa perempuan: dari ibu yang melahirkan, sampai istri yang setiap hari nyuguh teh anget sambil mendoakan diam-diam.
Hingga doa doa dari hati atau hal apapun itu yang tidak sadar kita ketahui.
Dengan gaya khasnya yang campur aduk antara tegas, lucu, dan spiritual, Gus Reza mengimbuhkan:
“Sukses, yakiiinnn!”
Sedekah Rp5 Ribu Juga Sah: Jangan Tunggu Kaya Dulu
Masih dengan logika sederhana yang mengena, Gus Reza menyinggung soal sedekah.
Katanya, banyak orang menunda bersedekah karena merasa uangnya belum cukup besar. Niat shodaqoh Rp50 ribu, tapi di kantong cuma ada Rp5 ribu, akhirnya batal. Padahal…
“Dilakoni wae. Mbok menawa Gusti Allah malah nampani ibadahmu sing cilik kui,”
Sederhana, tapi menggetarkan. Pesannya jelas: jangan tunggu sempurna untuk berbuat baik, sebab bisa jadi yang kecil dan tulus lebih diterima ketimbang yang besar tapi ditunda terus.
Kisah Lalat Haus dan Imam Ghozali
Cerita paling unik datang dari kisah klasik yang dibawakan Gus Reza. Tentang Imam al-Ghazali dan seekor lalat kecil yang mengusik waktu menulis. Tapi bukannya diusir, sang Imam malah menghentikan tulisannya agar si lalat bisa minum tinta.
Dari kisah itu, Gus Reza mengajak jemaah untuk belajar dari empati seorang ulama terhadap makhluk kecil.
“Setelah puas minum, si lalat pun berdoa kepada Allah agar Imam Ghozali dirahmati,”
Kisah sederhana itu dibingkai oleh Gus Reza sebagai simbol bahwa hati yang bersih bisa melahirkan kebaikan yang ajaib. Bahkan dari seekor lalat.
Penutup Penuh Harapan untuk Siwuran
Gus Reza menutup pengajian halal bi halal di Desa Siwuran itu dengan doa penuh harap.
“Desa menika desa mubarokah… Siwuran dados desa min ahli ngilmi, ahli suwargo, wa ahli la ilaha illallah…”
Doa itu diaminkan ratusan bibir yang hadir. Siwuran pun hari itu tak hanya menjadi tuan rumah pengajian, tapi juga menjadi saksi lahirnya harapan baru dari lisan yang bercahaya.