• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    news google

    Iklan

    Semen Wonoboyo: Desa Petani, Sumber Mata Air Ajaib, dan Warisan Ki Ronggo

    , 18.59 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia

     

    Warga di Wonoboyo sedang melangsungkan bedah blumbang yang menjadi tradisi rutinan di wilayah tersebut.
    Warga di Wonoboyo sedang melangsungkan bedah blumbang yang menjadi tradisi rutinan di wilayah tersebut.

    Wonosobo Media - Berada di Kecamatan Wonoboyo terdapat sebuah wilayah bernama Desa Semen yang masih masuk Kabupaten Temanggung Jawa Tengah tentunya.


    Desa ini terdiri dari 5 dusun yaitu dusun Semen, dusun Jetak, dusun Margosono, dusun Kudon dan dusun Jomblang.


    Wilayah ini meliputi 12 Rukun Tangga (RT) dan 3 Rukun Warga (RW) dengan jumlah penduduk kurang lebih sekitar 1847 jiwa.


    Sebagaimana diketahui, mayoritas mata pencaharian warga Desa Semen yaitu sebagai petani. 


    Dengan potensi dari sektor pertanian ini berupa pangan yang diandalkan oleh warga Desa Semen yaitu kopi robusta, padi, jagung, ketela pohon.


    Sementara itu tanaman sayuran, rata-rata warga Desa Semen Wonoboyo ini menanam cabai, tomat, kubis dan berbagai macam sayuran lainnya. 


    Selain itu juga perihal tanaman perkebunan yang menjadi andalan yaitu kopi, tembakau, cengkeh, panili, kakao hingga kapulaga. 


    Sejarah Terbentuknya Desa Semen


    Dilansir dari laman resmi Desa Semen Wonoboyo ini, sebenarnya Desa Semen ini berkaitan dengan peristiwa tertangkapnya pangeran Diponegoro di Magelang pada tanggal 2 syawal 1245 H atau 1830 M.


    Diketahui pada saat itu Belanda menangkap Diponegoro menggunakan cara curang dengan menjebak Diponegoro dengan cara pertemuan atau silaturahmi. 


    Sehingga tidak ada kesiapan di pihak pangeran Diponegoro. Tertangkapnya pangeran Diponegoro mengakibatkan perlawanan selama kurun waktu 1825-1830 tapi tidak membuahkan hasil, banyak pengikut Pangeran Diponegoro yang menyerahkan diri kepada Belanda. 


    Seperti Kiyai Mojo dan Sentot Prawirodirjo dan sisa sisa prajurit banyak yang melarikan diri di berbagai daerah pelosok agar tidak tertangkap oleh pasukan Belanda. 


    Karena setelah pangeran Diponegoro ditangkap, belanda masih mencari sisa-sisa prajurit Pangeran Diponegoro yang dimungkinkan melakukan perlawanan lagi.


    Dari sinilah sinilah kisah itu bermula. Setelah ditangkapnya Diponegoro, para prajurit terpecah dan berpencar memisahkan diri dari rombongan menuju ke berbagai penjuru. 


    Tak terkecuali ki Ronggo, seorang prajurit Diponegoro yang dalam akhir pelariannya memutuskan untuk mencari tempat singgah di hutan dan menjadi petani agar bisa hidup tenang dari kejaran penjajah Belanda.


    Menurut Tokoh Masyarakat setempat yang kebetulan masih memiliki garis keturunan dari Ki Ronggo menuturkan bahwa dalam pelariannya, Ki Ronggo singgah di suatu tempat yaitu sendang Rowo.


    Sendang Rowo sendiri yaitu sebuah mata air yang jauh di tengah hutan pada saat itu dan jauh pula dari jangkauan Belanda. 


    Berada di tempat inilah yang meyakinkan ki Ronggo untuk tinggal di wilayah tersebut dan bertahan hidup.


    Sendang Rowo menjadi sumber mata air utama yang lokasinya berada di antara hutan dan persawahan sebelah selatan Desa Semen.


    Mata air yang dikeluarkan dari tanah tersebut tidak pernah berkurang bahkan pada saat musim panas tiba. 


    Masih dalam keterangan yang sama. Sumber mata air ini memiliki keanehan, jika dialirkan dengan pipa menuju perkampungan, air itu tidak pernah sampai ke lokasi yang dituju walaupun lokasinya lebih rendah dari sumber mata air sendang Rowo.


    Ada lagi kepercayaan dari masyarakat Desa Semen yang mempercayai bahwa siapa saja mandi atau cuci muka di sendang Rowo akan terlihat aura lebih bersih dan terlihat seperti awet muda.


    Tidak bisa dipungkiri memang betapa yakinnya masyarakat Desa Semen khususnya terhadap sumber mata air sendang Rowo. Karena keberlangsungan hidup mereka bergantung pada sumber mata air tersebut.


    Air memang menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk yang ada di bumi ini. Begitu juga dengan kisah yang membabat alas di Semen ini.


    Ki Ronggo terlebih dahulu mencari sumber mata air yang mencukupi untuk keberlangsungan hidup di wilayah yang disinggahi.


    Kemudian mulai babat alas untuk dijadikan tanah pemukiman dan pertanian. 


    Diceritakan pula oleh Tokoh Adat desa setempat, dalam proses pembukaan lahan, Ki Ronggo menggunakan cara menebang pohon dan rerumputan secara perlahan menggunakan sabit dan parang bukan dibakar seperti pada umumnya. 


    Perihal itu terdapat kisah tutur yang sampai dari sekarang ini menjadi pesan kepada anak turun ki Ronggo yang masih ingat cerita dari eyangnya.


    Cerita itu seperti ini " Mbubak alas iku nek biso ojo diobong, mengkone howo panas nang lemah iki biso dirasakke karo anak putune”


    Artinya membuka lahan baru itu kalau bisa jangan dibakar, nantinya hawa panas di tanah ini bisa dirasakan oleh anak dan cucu. 


    Sebuah kalimat yang mengandung filosofi tentang kenyamanan, ketentraman dan kerukunan.


    Dipantau redaksi Wonosobo Media dari situs resmi Desa Semen ini, dituturkan bahwa ki Ronggo mempunyai 3 anak, mbah Mangun Yudho, Kerto Yudho dan nyai Semi. 


    Mbah Mangun Yudho dan mbah Kerto Yudho tinggal di wilayah barat bersama ki Ronggo.


    Sedangkan Nyai Semi tinggal wilayah timur yang sekarang diberi nama Desa Semen. 


    Nama Desa Semen inilah diambil dari nama nyai Semi yang lambat laun berubah menjadi Semen. Yang mempunyai arti tempat tinggal nyai Semi.


    Keberadaan Nyai Semi di wilayah timur disebabkan di wilayah timur masih kosong namun dipenuhi pohon rindang dan semak belukar. 


    Karena ada keinginan untuk memperluas wilayah, sehingga membuka lahan baru untuk dijadikan pemukiman.***

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    iklan mgid

    Yang Menarik

    +