|  | 
| Memadankan Frekuensi Hati di Telaga Cinta Kanjeng Nabi | 
Wonosobo Media - Memadankan gelombang frekuensi tentunya bukan dipaksakan. Tapi menyetel notasi atau seperti mencari gelombang angka pada radio.
Kesempatan kali itu memang serba ndilalah, tidak ada rencana untuk bisa sampai depan atau mendapatkan momentum yang menarik nantinya.
Soalnya niatan awal tidak ada rencana dan harus bisa sampai posisi yang nyaman, penting khurmat majelis, duduk dengan khidmat.
Kersane Gusti, bisa dapat tempat nyaman, teduh, dan cukup dipertemukan dengan peristiwa unik, asyik.
Bagi segelintir orang mungkin itu biasa, atau bagi yang memiliki "trah" atau privilige menjadi lumrah. Namun bagi ahwal, orang awam yang hanya sangu "katresnan" kepada Kanjeng nabi menjadi hal yang wah dan ini anugerah.
Namun, bukan pada dekat atau jauhnya dari suatu titik yang dianggap pusaran. Sebab itu hanyalah sebuah jarak yang dinilai oleh takaran material.
Sebab urusannya adalah katresnan, ya dengan nyambung meniatkan dan menata dari ruang batin yang paling dalam senantiasa mengucap dan mematri sebuah asma. Istilahnya, wes "ora iso ora nek urusane karo kanjeng nabi".
Sehingga ibarat datang ke sebuah telaga, diri kita ini mencoba mendekat dan mencoba meminum, raup, syukur-syukur mandi.
Tahadus binnikmah, tak adus ben nikmat hal itu bagian dari kiasan menyelami, menghidupkan hati dan jiwa dengan mengambil potensi dan saripati "telaga".***

 
 
