• Jelajahi

    Copyright © Wonosobo Media
    Wonosobo Media Network

    Iklan

    Makanan Khas Banten Kegemaran Para Sultan

    Wonosobo Media
    , 14.30 WIB
    KedaiKlenik | Madu Murni Indonesia


    Wisata kuliner memang selalu menjadi kegiatan menarik saat kita berkunjung ke suatu daerah.
    Kekhasan kuliner setiap daerah biasanya memiliki cita rasa khas yang berbeda dengan derah lain. Jika tengah plesirian ke Provinsi Banten, jangan lupa sempatkan menikmati gurihnya olahan gulai kambing muda yang melegenda.

    Rasa gurih daging kambing berpadu dengan kuah yang kaya akan rempah membuat lidah tak henti bergoyang. kuahnya berwarna kecoklatan menggugah selera makan.

    Bagi yang suka pedas tinggal tambahkan sambal yang sudah disediakan yang sesuai dengan selera pedas.  Harganya pun cukup  bershabat dan tidak akan menguras kantong, sekitar 20 ribu hingga 30 ribu per porsinya.

    Rabeg merupakan hidangan khas Banten lahir dari perkawinan antara kuah gurih manis dengan segarnya serai dan daun jeruk di tengah citarasa rempah seperti pala, cengkeh dan kayu manis, membalut lezatnya jeroan usus dan hati kambing dengan daging kambing yang empuk sedap disantap. Selain rasanya yang lezat dan gurih, makanan ini juga sarat akan sejarah Banten Kesultanan Banten.

    Banyak versi terkait asal mula pembuatan makanan rabeg tersebut. salah satunya, Ketika Raja Banten Sultan Maulana Hasanuddin menunaikan ibadah haji. Saat itu, Sultan Hasanuddin melewati sebuah kota dan menepi di pelabuhana di tepi Laut Merah, kota tersebut bernama Rabiq (juga dieja sebagai Rabigh). Ini adalah sebuah kota kuno yang sebelumnya bernama Al Johfa. Pada awal abad ke-17, kota ini hancur karena ombak, dan dibangun kembali menjadi kota indah dengan nama baru Rabiq.

    Sultan Banten sangat terkesan dengan keindahan kota itu. Beliau juga sempat bersantap dengan lahap di kota tersebut setelah berminggu-minggu mengarungi samudera. Sepulang dari Makah, kenangan tentang kota Rabiq di tanah suci itu membuat Sultan memerintahkan jurumasak sitana kesultanan Banten untuk memasak daging kambing. Karena tidak ada yang tahu bagaimana cara memasak kambing seperti di Tanah Suci, jurumasak pun mereka-reka sendiri masakan kambing yang khas. Ternyata, Sultan sangat menyukainya.

    Sejak itu, masakan kambing empuk yang gurih dan beraoma harum itupun menjadi sajian wajib di istana kesultanan. Resep masakan khas itu pun perlahan diketahui oleh masyarakat, dan menjadi sajian populer yang wajib hadir di setiap perhelatan. Tak pelak lagi, nama Rabiq pun melekat pada masakan itu. Dalam perkembangannya, Rabiq pun berubah nama menjadi Rabeg dengan menyesuaikan ejaan masyarakat Banten.

    Hingga sekarang, Rabeg masih menjadi sajian populer di Provinsi Banten. Di Serang, banyak warung dan rumah makan yang menyajikan masakan ini. Ada rumah makan yang menyajikan rabeg dari daging dan jerohan kambing, ada pula yang hanya menyajikan rabeg dari daging dan iga kambing.

    Masakan khas Arab-Banten ini dapat ditemukan di Serang dan Cilegon, Provinsi Banten. Kita dapat mencari warung tenda dengan tulisan “Rabeg”. Namun, ada beberapa tempat yang memang sudah sering dikunjungi dan terkenal di masyarakat.



    Pada masa lalu, rabeg adalah makanan kesukaan Sultan Banten, Maulana Haasanuddin. Berbahan daging dan jeroan kambing, rabeg memiliki rasa yang gurih dengan campuran rempah seperti biji pala, lada, kayu manis, jahe, dan lengkuas. Sekilas, rabeg mirip tengkleng namun dengan aroma rempah kuat seperti hidangan khas Timur Tengah.

    Di buku Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa, dua penulis dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia, yakni Gagas Ulung dan Deerona mengisahkan mengenai masakan rabeg. Diceritakan Sultan Maulana adalah putra sulung dari Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon. Ia adalah seorang penguasa Kesultanan Banten yang bergelar Pangeran Sabakinking yang memerintah Banten antara tahun 1552 hingga 1570. Sultan Maulana ternyata tak bisa lupa dengan kenangannya akan kota di tepi Laut Merah. Agar kerinduan akan Rabigh itu terobati, ia pun meminta juru masak istana membuatkan masakan seperti yang dia cicipi di Rabigh. Meski tidak sama persis, masakan karya juru masaknya tetap disukai Sultan. 

    Di bukunya, Bondan Winarno menulis bumbu dasar rabeg adalah bawang merah, bawanh putih, dan lada putih. Namun rasanya semakin kaya rempah dengan tambahan biji pala, kayu manis, jahe, lengkuas, dan cabai rawit. Selintas rabeg juga mirip semur, namun rasa pedasnya yang kompleks karena diperoleh dari jahe, lada, dan cabai rawit. Jika dulu resep rambeg masih menggunakan gula merah dan kelapa yang masih banyak diproduksi di Banten, kini bumbu tersebut diganti dengan kecap manis. Ada juga yang menambahkan kapulaga dan bunga lawang untuk menguatkan cita rasa Arab,jadi kalau berkunjung ke Serang, Banten pastikan jangan lupa mencicipi seporrsi rabeg ya.

    Selain sederet nama kuliner khas Banten lain seperti pecak bandeng, sate bandeng, dan nasi sumsum, rabeg wajib dalam daftar menu yang patut di coba, dan nanti mungkin kita bahas juga ya.


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Yang Menarik

    +