![]() |
Foto: Berada di makam Ki Ageng Wonosobo, Plobangan Selomerto, Wonosobo. |
Wonosobo Media - Terdapat di balik nama Kabupaten Wonosobo yang sejuk dan penuh kisah, ada satu sosok yang jadi “founding father” lokal, yaitu Ki Ageng Wonosobo.
Tokoh bernama Ki Ageng Wonosobo ini bukan cuma bagian dari cerita sejarah, tapi juga bagian dari napas spiritual masyarakat Wonosobo sampai sekarang.
Jika kamu sempat main ke Desa Plobangan, Selomerto, jangan cuma ngaso di warung kopi pinggir sawah.
Sempatkan naik sedikit ke arah bukit, di sanalah terdapat makam Ki Ageng Wonosobo yang berada di atas bukit sunyi, namun penuh cerita.
Dari Darah Brawijaya ke Plobangan yang Adem
Diceritakan, Ki Ageng Wonosobo ini bukan orang sembarangan. Menurut juru kunci makamnya, beliau adalah cucu dari Brawijaya V, raja terakhir Majapahit.
Ibunya, Dewi Nawangsih, juga dimakamkan di sana bersama keturunan lainnya, seperti Ki Ageng Pandanaran, Ki Ageng Pakringan, dan Nyai Sabinah.
Setelah Majapahit bubar jalan, Ki Ageng Wonosobo merantau ke Cirebon buat ngaji, dan dapat gelar Syekh Ngabdullah.
Selepas lulus mengaji, beliau balik lagi ke Plobangan, dan menetap sampai akhir hayatnya.
Membabat Alas, Menanam Peradaban
Dulu, Wonosobo bukan kota dingin dengan kentang dan teh kekinian. Masih hutan belantara.
Tapi Ki Ageng Wonosobo punya visi ala founding father sejati: hutan dijadikan ladang, dusun-dusun dibentuk, dan agama Islam disebarkan.
Sepak terjangnya bukan sekadar dakwah. Tapi juga membangun peradaban.
Tanah jadi subur, warga punya pegangan spiritual, dan dusun jadi kampung. Sampai sekarang, masyarakat sekitar masih nganggep beliau sebagai sosok “bapak” yang dihormati.
Makam yang Bukan Sekadar Batu Nisan
Makam Ki Ageng Wonosobo ini nggak main-main. Letaknya di atas bukit kecil yang harus dilewati dengan tangga berkelok.
Tangga itu katanya punya filosofi hidup: jalan hidup nggak selalu lurus, kadang muter dulu baru sampai puncak. Saowoh.
Jika kamu berziarah pas bulan Muharram atau Suro, siap-siap ketemu banyak orang dari berbagai daerah.
Suasana udara dingin, kabut tipis, dan suara doa menjadikan tempat ini nggak cuma sakral, tapi juga syahdu.
Sendang Sampang: Sebelum Naik, Mandi Dulu
Sebelum naik ke makam, peziarah biasanya mampir dulu ke Sendang Sampang.
Sebuah mata air alami di sebelah timur makam yang dipercaya bisa membersihkan jiwa dan raga.
Nggak wajib sih, tapi lumayan kalau mau ikut tradisinya warga lokal, sembari napak tilas dan menikmati suasana segar dari air di sendang.
Ki Ageng Wonosobo mungkin sudah lama tiada. Tapi warisannya tetap terasa. Bukan cuma lewat situs sejarah, tapi juga nilai-nilai kearifan lokal yang masih dijaga warga Plobangan.
Makamnya bukan cuma tempat ziarah. Tapi juga simbol identitas dan kebanggaan wong Wonosobo.
Sosoknya adalah pengingat, bahwa Wonosobo dibangun bukan oleh tangan-tangan kekuasaan semata, tapi oleh sosok spiritual yang mencintai tanah ini sepenuh hati.***