 |
| Salah satu jamaah khusyu' larut dalam lautan manusia yang mengungkapkan katresnan kepada Kanjeng Nabi. |
Wonosobo Media - Datang, duduk dan bersimpuh atau mengemper di antara lautan manusia yang bersemangat memancarkan aura dan sebuah ungkapan katresnan, tentu ada yang melipir, mastur mencukupkan sesuatu tidak harus tampak.
Ada juga yang berbeda, mungkin terbesit sekilas dengan tujuan yang ingin tampak, menyela orang-orang yang sudah duduk, dengan semangat yang membara.
Bahkan sembari cosplay dan menyodongkan diri seperti "kembagus, kemraden hingga kemabib. Misalnya.
Padahal semua ketika berbekal ke-aku-an ini endingnya hanya kepuasan diri semata, niatnya juga sudah berbeda. Tapi fenomena ini pun lumrah, bagian dari energi yang berlebih atas sebuah kerinduan, katanya.
Niatan awal serba mengalir, tidak ada tujuan seperti apa, dan mau duduk disebelah mana, dan tujuan-tujuan yang sudah dirancang secara prosedural. Menggelandang saja, dan larut dalam lautan katresnan kepada Kanjeng Nabi, itu poin utamanya.
Lalu ketika dipertemukan dengan percikan cahaya Kanjeng Nabi katakanlah, bukan bangga dan merasa, tetapi mendapatkan beberapa poin pesan penting dan hikmah dibaliknya.
Seakan diberi nasihat juga, bahwa setiap darah yang mengalir oleh trah tumerahnya ini tentu membawa cahaya Kanjeng Nabi. Meskipun begitu kita pun juga perlu objektif ketika menyandra itu semua.
Hingga sebuah pesan juga ketika berpamitan dengan sahibul bait, malah ia yang meminta maaf atas semua hal, padahal semua itu sudah dirasa cukup dan membantu selama suluk ngeksigondo ini.
Seluruh yang berperan atas kendilalahan itu semua membawa energi, "Jimat" hingga cerita tersendiri untuk memantik perjalanan berikutnya. ***
